Kamis, 03 Juni 2010

INDONESIA PERNAH SEPERTI PALESTINA

Indonesia pernah mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan rakyat Gaza di Palestina. Peperangan dan Diplomasi menjadi warna dalam proses sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan Palestina.

Pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran dahsyat diseluruh pelosok kota Surabaya. Pada masa itu kota Surabaya dibombardir dari segala kekuatan angkatan perang Inggris. Dengan peralatan modern dan tentu tidak seimbang pada saat itu, Inggris benar-benar mengerahkan kekuatannya dari Darat, Udara, dan Laut, memborbardir Subaya di segala pelosok kotanya.

Tak ubahnya Palestina dimasa sekarang. Mayat bergelimangan di pelosok kota bukanlah hal baru. Inggris pun tak kalah barbar dengan Israel terhadap Palestina.

Dalam bukunya, Birth of Indonesia, David Wehl menulis:
“Di pusat kota, pertempuran lebih dahsyat, jalan-jalan harus diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda dan kucing-kucing serta anjing-anjing, bergelimpangan di selokan-selokan; gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telepon bergelantungan di jalan-jalan, dan suara pertempuran menggema di tengah-tengah gedung-gedung kantor yang kosong … Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisasi dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang.”

Selama 21 hari, pertempuran tak seimbang ini dimenangkan Inggris dengan mengorbankan (mencapai) 16000 jiwa rakyat Indonesia. Dan sudah menjadi tipikal tentara kafir yang akan mengorbankan siapapun demi tercapainya tujuan.

Namun begitu, tentara Inggris menyebut “Battle of Surabaya” sebagai “inferno” atau neraka di timur Jawa. New York Times (edisi 15 November 1945)

Kisah heroic pejuang-pejuang kita ini, terekam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bagaimana dengan dukungan pihak luar pada Indonesia? Negara yang pertama kali mendukung dan mengakui kemerdekaan Indonesia adalah Mesir. Bukan dari Eropa atau Amerika, negeri yang “mendukung” HAM dan kebebasan. Bahkan inggris dan sekutunya, berusaha menutup rapat berita kemerdekaan Indonesia dari dunia Internasional khususnya dari Negara-negara Timur Tengah.



Soekarno-Hatta telah mem-Proklamasi-kan kemerdekaan Republik Indonesia de facto pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi untuk berdiri de jure sebagai Negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari Negara-negara lain. Pada titik ini, Indonesia tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia bisa berdaulat.

Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir, seperti dikutip dari buku”Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia, M. Zein Hasan Lc. Buku ini di beri kata sambutan oleh Moh. Hatta, M. natsir (mantan Perdana Menteri RI), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI), dan Jenderal besar AH. Nasution.

M. Zein Hasan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peranserta, opini, dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat Negara-negara lain belum berani memutuskan sikap.

Dukungan Palestina diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini (mufti besar Palestina) secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:

“.., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan ‘pengakuan Jepang’ atas kemerdekaan Indonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebarluaskan, bahkan harian “Al-Ahram” yang terkenal telitinya juga menyiarkan.”

Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia” dan memberi dukungan penuh. Padahal negerinya sendiri sedang dalam kondisi dijajah Inggris. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini. (usaha penggelapan Sejarah).

Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Tersebutlah seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia , Muhammad Ali Taher.

Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia ..”

Setelah seruan itu, maka negara daulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir 1949. Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Timur Tengah lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh.

Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan & pembahasan tentang Indonesia di lembaga internasional.

Dukungan Mengalir Setelah Itu
Setelah itu, sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam membentuk ‘Panitia Pembela Indonesia ‘. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut.

Di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 November 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya , demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar