Senin, 10 Mei 2010

MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ZAMAN

A. Memancangkan Prinsip Dasar Keluarga

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu (Adam), dan daripadanya Allah menciptakan Isterinya (Hawa); dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (QS. An-
Nisaa’; 4 : 1)
Prinsip dasar keluarga berdasar ayat ini antara lain: (1) Menjadikan takwa sebagai
pondasi keluarga. Ada tiga takwa pada ayat ini : Takwa pada Rabb, takwa pada Allah, dan takwa
pada al-Arham. (2) menjadikan Tauhid sebagai landasan dan prinsip keluarga, (3) Mensyukuri
nikmat Allah, (4) saling menyesuaikan diri dan menyerasikan anggota keluarga, (5)
Memelihara hak dan kewajiban (6) Mewujudkan keturunan Shalih (7) Membentengi keluarga
dari pengaruh negatif dan penyimpangan, (8) Menyinari keluarga dengan Kalimah Thayibah,
(9) Menjalin silaturrahim intern maupun ekstern keluarga, (10) Menanamkan kesadaran
bahwa Allah Sebagai Pengawas.

B. Menjaga Keutuhan Tauhid dan Memanifestasikan dalam Keluarga
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)”, atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami
telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang
(datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan
orang-orang yang sesat dahulu?” (QS. Al-A’Raaf;7 : 172-173)
Abu Bakr al-Jazairi (1993 M), menerangkan bahwa perjanjian manusia dengan Allah
SWT tentang Tauhid dan menjauhi syirik diawali oleh Nabi Adam as., ketika turun ke bumi
bertempat di wadi Nu’man di kawasan padang Arafah. Menurut Wahbah al-Zuhaili (1991 M),
ayat ini memberikan isyarat antara lain (1) Allah menciptakan manusia atas fitrah Tauhid,
Karena telah berikrar sejak sebelum dilahirkan akan keesaan Tuhannya dan tidak ada sekutu
bagi-Nya. (2) Manusia tidak mempunyai alasan untuk tidak mengetahui Tuhan karena telah
melihat bukti-buktinya dengan berbagai ayat. Tidak ada alasan pula bagi manusia yang
mengatakan tidak sampai dakwah Rasul padanya. Allah SWT telah memberikan bekal aqal
untuk memilih mana yang benar dan mana yang salah. (3) jika ada bayi yang masih kecil
meninggal, maka menjadi ahli surga, karena dalam keadaan Tauhid yang diikrarkannya. Jika
mereka telah baligh, maka perjanjian awal tidak menjadikan alasan untuk bebas dari tuntutan.
(4) ayat ini juga membatalkan alasan orang musyrik pada hari kiamat yang menyampaikan
tidak sampai dakwah pada mereka. (5) menyandarkan kesalahan aqidah pada nenek moyang
juga dibatalkan oleh ayat ini, karena manusia telah dibekali fikiran dan perasaan untuk
mempertimbangkan dalil-dalil ketauhidan. (6) Allah SWT tidak menerima dalil taqlid, karena
telah datang dengan jelas dasar-dasar fithriyah dan aqliyah yang menunjukan keesaan Allah
SWT. Nabi Adam as. Telah berikrar mewakili keturunannya untuk bertauhid dan menjauhi
syirik, sebagai model bagi keturunannya. Dengan demikian setiap orang dewasa bertanggung
jawab mendidik anak sejak dini untuk bertauhid. Bahkan mereka bertanggung jawab
mempersiapkan anak sebelum dilahirkan, agar bertauhid.
Membangun keluarga sakinah berdasar ayat ini antara lain (1) menjaga keutuhan fitrah
Tauhid, (2) meningkatkan kecerdasan, anggota keluarga dalam kemampuan berfikir dan
kreatifitas, (3) menjauhkan anggota keluarga dari taqlid, (4) memberantas unsur-unsur
kemusyrikan.

C. Memelihara Sakinah, Mawadah, Rahmah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-ruum; 30 : 21)
Membangun keluarga sakinah berdasar ayat ini antara lain: (1) menyatukan pandangan
anggota keluarga, (2) memelihara hak dan tanggungjawab masing-masing anggota keluarga,
(3) menjaga keharmonisan suami isteri (4) memelihara ketentraman dan kerukunan anggota
keluarga, (5) memelihara rasa cinta suami isteri, (6) menjalin kasih sayang sesama anggota
keluarga, (7) mengambil ibrah dari berbagai ayat Allah baik yang bersifat kauniyah maupun
qawliyah.

D. Menjadi Suami Isteri yang Ideal
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (lakilaki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah
yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suamina tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanit-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkanya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatirkan ada
persengketaan antara keduanya, maka kirimkanlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan
seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang baik itu bermaksud mengadakan
perbaikan. Niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisaa’; 4 : 34-35)
Membangun keluarga berdasarkan ayat ini:
(a) Menjadi suami ideal antara lain (1) mampu memimpin keluarga kejalan yang benar
dan adil, (2) memiliki kewibawaan lahir dan batin dalam meneladani keluarga. (3) member
nafkah untuk kehidupan keluarga, (4) menegakkan hokum dalam keluarga, (5) bisa mengatasi
krisis dan mengatasi problema keluarga.
(b) menjadi isteri ideal antara lain: (1) taat dan setia pada Allah dan suaminya, (2) pandai
menjaga diri dan harta suami, (3) berperan memimpin keluarga tatkala suami ti ada.
(c) jika terjadi krisis dalam keluarga ditempuh jalan antara lain (1) mengadakan
musyawarah, (2) berpisah tempat tidur tatkala belum rukun tidak lebih dari tiga hari, (3)
menindak tegas pada yang bersalah, (4) mengadakan perdamaian dengan orang tua tatkala tidak
bisa diselesaikan secara intern.

E. Menjalin Hubungan Baik dengan Keluarga Lain
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sasuatupun. Dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan
diri, (QS. Ali ‘Imraan; 3 : 37)
Membangun keluarga berdasar ayat ini antara lain: (1) beribadah pada Allah, (2)
menjauhi musyrik, (3) ihsan terhadap orang tua, (4) menjalin hubungan baik dengan kaum
kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga dekat maupun jauh, menyantuni ibnu sabil,
menghormati hamba sahaya, (5) menjauhi sifat dan sikap sombong.

F. Mensyukuri Nikmat
Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan
isterinya. Agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu
mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu).
Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya
seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau member kami anak yang shalih, tentulah kami
termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. Al-A’Raaf;7 : 189)
Mahmud Hijazi berpendapat bahwa ayat ini memberikan penjelasan tentang Allah SWT
menciptakan manusia dari jenis sama, tabi’at yang satu, kemudian berpasangan suami isteri,
agar meraih ketenangan. Tatkala pasangan itu bergaul menimbulkan kehamilan yang semakin
besar. Dikala isterinya hamil, maka suami isteri itu berdo’a da berjanji, andaikan keturunannya
itu shalih, akan bersyukur. Berdasar ayat ini pendidikan anak dalam kandungan dengan cara
banyak berdo’a, bersyukur, dan menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan syari’ah.
Membangun keluarga sakinah berdasar ayat ini antara lain (1) menjalin kerjasama
anggota keluarga, (2) memelihara ketentraman lahir dan batin, (3) mewujudkan generasi
berkualitas yang shalih, (4) mensyukuri nikmat, dan memanfaatkanna semaksimal mungkin
untuk ibadah dan mu’amalah, ritual dan social, (5) mengembangkan dan memanfaatkan
anggota keluarga.

G. Mempersiapkan Hari Tua
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk
mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang shaleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku
dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri”.
(QS. Al-Ahqaaf; 46 : 15)
Aat ini member isyarat (1) orang dewasa mesti menyambut kehamilan dengan senang
dan syukur, (2) seorang ibu menjaga kehamilannya hingga anak dalam kandungan sehat lahir
batin, (3) jarak antara anak yang satu dengan anak yang lainnya tidak kurang dari tiga puluh
bulan, (4) ibu menyusui anaknya selama dua tahun, (5) orang tua bertanggung jawab
membiayai anaknya sejak masa kandungan hingga usia nikah, (6) orang tua membimbing
anaknya menghadapi masa depan, bahkan hingga usia empat puluh tahun, (7) ketika anak
berusia empat puluh tahun idealnya, orang tua sudah merasa tenang dan senang hingga
bersyukur atas keberhasilan mendidik anaknya, (8) sebagai anak merasa bahagia atas nikmat
yang dianugerahkan Allah SWT kepada dirinya maupun kepada orang tuanya, (9) anak selalu
berbuat ihsan kepada orang tuanya yang dirasakan mereka sangat berjasa. (10) anak yang
sudah berusia empat puluh tahun berkewajiban menyantuni orangtuanya. Bahkan anak lakilaki
berkewajiban member nafkah pada orangtuanya. Amr bin Syu’aib menerima riwayat dari
ayahnya dari kakeknya menerangkan :
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW : wahai Rasul saya memiliki harta dan
juga punya anak. Sedangkan ayahku membutuhkan harta tersebut. Rasul SAW bersabda: Anda
dan hartamu adalah milik ayahmu. Sesungguhnya anakmu adalah dari hasil usahamu yang baik.
Makanlah dari hasil usaha anakmu. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

H. Mengkader Generasi Berkualitas
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar. (QS. An-Nisaa’; 4 : 9)
http://www.percikaniman.org 6
Menurut al-Razi, ayat ini mewajibkan pada kita agar berusaha menjaga generasi
penerus, jangan sampai menjadi lemah. Esensi QS. An-Nisaa’; 4 : 9 antara lain (1) setiap orang
tua hendaknya merasa khawatir jika meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah, (2)
mewujudkan generasi berkualitas merupakan tanggung jawab orang tua, (3) bekal yang paling
utama disediakan pada generasi muda adalah takwa dan pendidikan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar